psikologi.umsida.ac.id — Pernahkah kamu menunda mengerjakan PR hanya untuk menonton serial favoritmu? Atau menunda mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah dan lebih memilih berselancar berjam-jam di dunia maya? Atau mungkin menunda membaca jurnal mata kuliah dan menggantinya dengan membaca novel atau komik favoritmu? Jika iya, kamu tidak sendiri. Kebiasaan menunda ini dikenal dengan sebutan prokrastinasi. Prokrastinasi adalah salah satu fenomena psikologis yang sering dialami oleh siapa saja dalam kehidupan sehari-hari.
Dr Piers Steel, profesor psikologi dari Universitas Calgary dalam bukunya yang berjudul “The Procrastination Equation” mengungkapkan bahwa prokrastinasi merupakan bentuk penundaan yang dilakukan secara sadar meskipun individu tersebut memahami ada pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya dilakukan. Sehingga, walaupun seseorang menyadari bahwa prokrastinasi dapat berdampak negatif bagi masa depannya, ia tetap cenderung menunda pekerjaan dengan mengalihkan perhatian pada aktivitas lain yang dirasa lebih menyenangkan atau mudah. Lantas apa saja faktor-faktor psikologis yang menyebabkan seseorang melakukan prokrastinasi?
Antara Emosi dan Perfeksionisme
Dr Fuschia Sirois dari Universitas Sheffield berasal dari masalah pengelolaan emosi. Seorang individu cenderung melakukan prokrastinasi karena ingin menghindari perasaan tidak nyaman, seperti cemas, takut gagal, atau tidak percaya pada dirinya sendiri ketika mengerjakan tugas tersebut. Yang menjadikan fenomena ini menjadi lebih unik adalah, rupanya individu-individu dengan sifat perfeksionis justru lebih rentan melakukan prokrastinasi. Orang-orang dengan sifat perfeksionis cenderung memiliki ketakutan akan ‘hasil yang tidak sempurna’. Sehingga ketakutan ini menjadikan mereka sulit memulai atau menyelesaikan tugasnya.
Minimnya Motivasi Intrinsik
Ketika individu merasa bahwa tugas yang diberikan kepadanya tidak bermakna atau tidak relevan dengan tujuan pribadinya, maka motivasi untuk menyelesaikan tugas tersebut menjadi sangat rendah. Akibatnya, individu cenderung menunda-nunda pekerjaan karena menganggapnya sebagai sesuatu yang sepele, membosankan, atau tidak memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan diri mereka. Kondisi ini sering terjadi dalam konteks pendidikan, khususnya pada tugas-tugas sekolah yang dianggap terlalu mudah, berulang, atau tidak menantang, sehingga membuat siswa merasa tidak tertantang secara intelektual dan kehilangan ketertarikan. Ketika tidak ada keterkaitan emosional maupun rasional antara tugas dan tujuan pribadi, maka dorongan untuk segera menyelesaikannya pun melemah, dan prokrastinasi menjadi pilihan yang tidak disadari namun umum terjadi.
Terlalu Percaya Diri Terhadap Kemampuan Pribadi
Banyak individu berpikir mereka bisa menyelesaikan tugasnya dalam waktu singkat karena percaya diri dengan kemampuannya, sehingga kemudian mereka menunda tugas yang seharusnya dilakukan. Hal ini disebut dengan planning fallacy. Istilah planning fallacy diperkenalkan pertama kali oleh psikolog Daniel Kanheman dan Amos Tversky. Dalam penelitiannya, Daniel Kanheman dan Amos Tversky mengungkapkan bahwa individu bisa terlalu optimis akan kapabilitasnya sehingga mengabaikan faktor eksternal yang mungkin terjadi.
Masalah Psikologis yang Lain
Prokrastinasi juga bisa ditemukan pada orang dengan gangguan psikologis seperti kecemasan berlebihan, depresi, atau juga gangguan psikologis ADHD. Pada individu dengan kecemasan berlebihan, mereka cenderung merasa takut akan hasil akhir yang buruk sehingga memilih menunda tugas sebagai cara untuk menghindari tekanan. Sementara itu, orang dengan depresi sering kali mengalami kehilangan motivasi, energi, dan minat, yang membuat mereka kesulitan memulai atau menyelesaikan aktivitas, meskipun menyadari pentingnya tugas tersebut. Sedangkan pada individu dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), prokrastinasi muncul karena gangguan dalam fungsi eksekutif otak, seperti kesulitan fokus, mengatur waktu, dan mengontrol impuls. Kombinasi dari gangguan-gangguan ini menjadikan prokrastinasi bukan hanya masalah perilaku, melainkan bagian dari tantangan kesehatan mental yang lebih besar dan memerlukan pendekatan yang tepat dalam penanganannya.
Nah, rupanya psikologi yang asyik bisa membantu menjelaskan bahwa prokrastinasi bukan sekadar akibat kemasalan belaka, melainkan juga dipengaruhi dari berbagai faktor psikologis yang kompleks yang biasa dihadapi pada kehidupan sehari-hari. Faktor seperti pengelolaan emosi, perfeksionisme, kurangnya motivasi intrinsik, terlalu percaya diri, hingga gangguan psikologis yang mengarah pada gangguan mental seperti kecemasan berlebihan dan depresi turut berperan dalam kecenderungan seseorang untuk menunda-nunda. Dengan belajar mengenai hal ini dapat membantu kita melihat bahwa prokrastinasi merupakan masalah sehari-hari yang perlu diatasi melalui pendekatan dengan empati dan strategi yang tepat bukan hanya sekadar menuduh orang malas.
Penulis : Nurul Hafidloh
Editor: Mutafarida