psikologi.umsida.ac.id — Menjalani peran ganda sebagai mahasiswa sekaligus pekerja bukan hal yang ringan.
Namun, Salsabila Noor Indrastata, mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan (FPIP) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).
Membuktikan bahwa keteguhan hati, pengelolaan waktu yang matang, serta dukungan keluarga dapat mengantarkan seseorang meraih predikat wisudawan berprestasi pada Wisuda ke-46 Umsida tahun akademik 2025–2026.
Menjalani Kuliah Malam dengan Konsistensi Tanpa Henti
Perjalanan akademik Salsabila tidak selalu berjalan mulus.
Ia baru memulai kuliah pada tahun 2021, ketika sebagian besar teman seangkatannya sudah lebih dahulu menyelesaikan studi sarjana.
Kondisi ini sempat membuatnya merasa tertinggal, namun justru menjadi titik balik dalam hidupnya.
“Saya termasuk yang agak terlambat memulai kuliah, sempat merasa tertinggal. Tapi dari situ saya ingin membuktikan bahwa belajar tidak ada batas usia. Berapa pun umur kita, tetap bisa kuliah dan meraih prestasi,” jelasnya.
Untuk menyesuaikan dengan aktivitas pekerjaannya, ia memilih kelas malam yang berlangsung dari pukul 18.00 hingga 22.00 WIB.
Pilihan ini membuatnya harus mengatur ritme harian dengan sangat ketat. Pagi hari ia gunakan untuk menyelesaikan tugas kuliah, sementara sisa waktu diisi dengan pekerjaan dan persiapan perkuliahan berikutnya.
“Biasanya saya mengerjakan tugas sepulang kuliah, kadang sampai tengah malam,” kenangnya.
Ritme yang padat tidak membuatnya mengendurkan semangat. Justru dari situ ia belajar disiplin, konsisten, dan bertanggung jawab terhadap pilihan yang ia ambil.
Di tengah kesibukan, dukungan keluarga menjadi sumber energi yang tidak ternilai.
“Orang tua sangat mendukung. Saya ingin memberi sesuatu yang berarti untuk mereka, bukan hanya lulus, tetapi juga membawa prestasi,” ujarnya.
Bagi Salsabila, predikat wisudawan berprestasi bukan hanya miliknya, tetapi juga buah doa dan pengorbanan keluarga.
Dari Tugas Kelas Menjadi Juara Kompetisi Internasional

Salah satu tonggak penting dalam perjalanan akademiknya bermula dari sebuah tugas artikel ilmiah.
Saat itu, dosen pengampu membaca tulisannya dan melihat potensi lebih jauh dari sekadar tugas kelas.
“Waktu itu dosen saya membaca artikel yang saya buat dan mengatakan bahwa tulisan tersebut layak diikutkan lomba internasional,” ceritanya.
Saran itu datang tidak disangka, namun justru membuka kesempatan besar yang mengubah perjalanan studinya.
Dengan tenggat waktu hanya satu minggu, Salsabila harus bekerja ekstra. Ia menerjemahkan artikelnya ke dalam bahasa Inggris, menyusun presentasi, sekaligus menyiapkan seluruh kebutuhan kompetisi.
Semua dilakukan sambil tetap menjalankan peran sebagai pekerja dan mahasiswa kelas malam.
“Benar-benar mendadak, tetapi berkat dorongan orang tua, teman-teman, dan bimbingan dosen, saya bisa menyelesaikan semuanya tepat waktu,” ungkapnya.
Proses singkat namun intens itu mengajarkannya untuk tidak meremehkan potensi diri dan pentingnya kepercayaan dari orang lain.
Kerja keras tersebut berbuah manis. Salsabila berhasil meraih juara pada ajang 4th International Competition of Research Idea and Innovation on Teaching and Learning (IC-RIITEL 2025) yang diselenggarakan oleh University of Malaya dan diikuti ratusan peserta dari berbagai perguruan tinggi.
“Saya sangat bersyukur. Banyak yang membantu dan membimbing, sehingga saya bisa tampil maksimal meski persiapannya singkat,” katanya.
Bagi Salsabila, prestasi internasional ini menjadi bukti bahwa peluang besar bisa lahir dari hal yang tampak sederhana, seperti tugas kuliah, selama dikelola dengan sungguh-sungguh dan didukung lingkungan yang tepat.
Mengajar di Turki dan Pesan untuk Mahasiswa Umsida

Usai menyelesaikan studinya, Salsabila kini menetap di Istanbul, Turki. Ia mengajar di lembaga pendidikan Cinili Kupuzular yang setara dengan jenjang sekolah menengah pertama.
Pengalaman mengajar di negara lain memberinya sudut pandang baru tentang pendidikan, perbedaan budaya, sekaligus memperluas jaringan pergaulan internasional.
Namun, pilihan untuk berkarier di luar negeri juga memiliki konsekuensi.
Karena tengah mengurus izin kerja, ia tidak dapat menghadiri Wisuda ke-46 Umsida secara langsung. Momen bahagia itu akhirnya diwakili oleh sang ibu.
“Izin kerja saya habis, dan jadwal wisuda sempat berubah. Jadi ibu yang akhirnya hadir menggantikan saya,” tuturnya dengan penuh rasa haru.
Bagi Salsabila, kehadiran ibunya di panggung wisuda adalah simbol bahwa setiap langkah yang ia tempuh selalu disertai doa dan restu orang tua.
Dari Istanbul, ia menyampaikan pesan khusus untuk mahasiswa Umsida agar tidak ragu mengambil peluang dan berani mencoba hal baru.
“Mahasiswa Umsida harus berani mengejar prestasi. Kadang kita tidak tahu kemampuan kita sampai kita mencoba. Lewat kompetisi, potensi itu bisa muncul dan bermanfaat di masa depan,” pesannya.
Kisah Salsabila Noor Indrastata menjadi cerminan bahwa keterlambatan bukanlah akhir, dan kesibukan bukan alasan untuk berhenti bermimpi.
Dengan niat yang kuat, dukungan orang terdekat, serta keberanian melangkah melampaui zona nyaman, mahasiswa Umsida dapat menorehkan prestasi, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Penulis: Nabila Wulyandini


