tekanan

Gengsi atau Butuh? Remaja dan Gaya Hidup Konsumtif Akibat Tekanan Teman Sebaya

psikologi.umsida.ac.id – Fenomena membeli barang karena ingin mengikuti teman semakin sering terjadi di kalangan remaja. Mulai dari pembelian sepatu baru, gawai terkini, hingga produk gaya hidup populer seperti minuman kekinian, semua dilakukan bukan karena kebutuhan, tetapi karena dorongan untuk tidak merasa tertinggal dari kelompok sosialnya.

Saat Pertemanan Berubah Jadi Ajang Pamer

tekanan

Dalam kajian psikologi sosial, kondisi ini dikenal sebagai peer pressure atau tekanan teman sebaya. Remaja berada dalam tahap perkembangan identitas, di mana dorongan untuk diterima oleh lingkungan sosial sangat tinggi. Media sosial turut memperkuat tekanan ini dengan menghadirkan standar gaya hidup yang dianggap ideal oleh kelompok sebaya maupun tokoh publik yang menjadi panutan.

Akses remaja terhadap gaya hidup populer di internet dan media sosial menciptakan persepsi bahwa keberadaan sosial ditentukan oleh barang yang dimiliki. Keinginan untuk “terlihat sesuai” mendorong remaja untuk berperilaku konsumtif, bahkan ketika hal tersebut melampaui batas kemampuan ekonomi mereka sendiri.

Bagaimana Orang Tua dan Sekolah Bisa Membantu?

Untuk mengurangi dampak negatif dari tekanan sosial, dukungan lingkungan keluarga dan sekolah sangat dibutuhkan. Edukasi tentang nilai personal dan kemampuan dalam mengenali perbedaan antara kebutuhan dan keinginan perlu diberikan sejak dini. Pengenalan terhadap konsep kepercayaan diri, pengendalian diri, dan kemandirian dalam bersikap bisa membantu remaja mengambil keputusan yang lebih rasional.

Di lingkungan sekolah, pembentukan forum diskusi seperti kelompok konseling atau pendampingan dari guru bimbingan konseling dapat menjadi wadah bagi siswa untuk mengekspresikan tekanan sosial yang dialami. Selain itu, sekolah juga berperan dalam menumbuhkan budaya sehat dan inklusif yang tidak mengedepankan gengsi atau kompetisi gaya hidup.

Tekanan Itu Nyata, Tapi Bisa Dikelola

tekanan

Tekanan teman sebaya merupakan bagian yang wajar dari proses sosial seorang remaja. Namun, tanpa pengelolaan yang baik, tekanan ini bisa berkembang menjadi pola konsumtif yang tidak sehat. Oleh karena itu, perlu ada pendekatan yang mendorong remaja untuk memahami identitas dirinya dan memperkuat kemampuan untuk berkata tidak terhadap sesuatu yang tidak benar-benar dibutuhkan.

Remaja yang mampu mengenali nilai pribadinya akan lebih tahan terhadap tekanan eksternal. Mereka akan cenderung membuat keputusan berdasarkan kesadaran diri, bukan semata-mata karena pengaruh dari lingkungan sosial. Dengan membangun kesadaran ini, remaja bisa membentuk gaya hidup yang lebih sehat, bertanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan pribadi.

 

Penulis: Mutafarida